Setelah merebaknya wabah pandemi Covid-19, pariwisata kesehatan (health tourism) kini kian menjadi perhatian dunia, termasuk Indonesia.
Tiap tahun sedikitnya ada sebelas juta orang melakukan perjalanan untuk memperoleh pemeriksaan medis, atau sekitar tiga sampai empat persen dari populasi dunia.
Bagi sebagian warga dari negara maju, pilihan untuk bepergian ke luar negeri untuk keperluan medis salah satunya karena biaya pengobatan yang mahal di negaranya yang tidak lagi cukup ditutup dengan klaim asuransi. Pilihan diarahkan pada sejumlah negara yang sedang berkembang namun memiliki standar kesehatan yang cukup bagus.
Mengacu data dari International Healthcare Research Centre, Inggris menjadi pilihan nomor satu di Eropa bagi wisatawan medis, diikuti oleh Jerman, Perancis, Italia, dan Spanyol. Di belahan dunia lainnya, Kanada dan Israel juga menjadi pilihan yang kompetitif. Di Asia, China mendominasi pasar wisata medis. Negara Asia lain yang turut bersaing adalah India, Thailand, Singapura, Malaysia dan Filipina.
Nama Indonesia tidak muncul, padahal nilai pasar wisata medis sebagaimana dikutip Mordor Intelligence pada 2018 mencapai 19 miliar dollar AS. Pada 2019 hingga 2025, nilainya mencapai 30 miliar dollar AS. Sementara nilai pasar global wisata kebugaran pada 2017 menurut Global Spa Summit mencapai 687,5 miliar dollar AS dan terus bertumbuh hingga kini.
Tampaknya Indonesia belum diperhitungkan sebagai destinasi wisata kesehatan yang menjanjikan.
Sesungguhnya Indonesia melalui Indonesian Medical Tourism Board (IMTB) telah mencoba menggarap pasar wisata kesehatan khususnya medis secara lebih profesional. Dikutip dari laman imtb.id, IMTB adalah sebuah badan yang memfasilitasi dan mempromosikan industri perawatan kesehatan Indonesia dengan berkoordinasi dan membangun kemitraan publik bersama swasta di Indonesia dan luar negeri.
Layanan yang diberikan pun beraneka ragam seperti untuk wanita dan anak-anak, fertility neuro center, parkinson center, genomic diagnostic, oncology, dan robotic. Sejumlah rumah sakit dan pusat layanan kesehatan bergabung dalam kemitraan di kota-kota seperti Jakarta, Bandung, Surabaya hingga Denpasar, Bali.
Tampilan yang cukup menarik dan menggoda walau belum cukup untuk menjadikan Indonesia sebagai pilihan wisatawan dunia menikmati wisata kesehatan.
Ada 5 faktor yang menjadi penyebab pasien mencari perawatan medis di luar negeri yaitu: keterjangkauan biaya, ketersediaan jenis perawatan medis, kemudahan mendapat perawatan medis, perawatan medis yang dapat diterima serta alasan tambahan. Berkaca dari fenomena Health Tourism, Indonesia harus berbenah dari sisi pelayanan medis utamanya saat ini pasca pandemic covid-19.
Wisata medis masih belum menjadi industri yang berdiri sendiri di Indonesia. Ini lebih merupakan cabang dari industri pariwisata dan berkontribusi pada pertumbuhan pendapatan pariwisata. Saat ini spa hotel dan resort merupakan bagian besar dari jumlah yang sekarang diperoleh oleh industri pariwisata kesehatan.
Indonesia Saudi Arabia Business Council (ISABC) menilai, pemahaman mengenai pariwisata medis masih bersifat parsial yang oleh karena itu perlu dibuka ruang dialog sebesar-besarnya untuk semua pemangku kepentingan sehingga diharapkan tercipta sinergitas dan kolaborasi yang berdampak besar dan efektif terhadap pengembangan pariwisata medis di Indonesia.
“Setelah efektifnya Presidensi G20 Indonesia tahun 2022 pada tanggal 1 Desember 2021, maka kami Indonesia – Saudi Arabia Business Council bekerja sama dengan DPP Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Komite Bilateral KADIN Indonesia dan Digital Hospital akan menyelenggarakan acara Business Dialogue B20 – G20, dengan tema Making Indonesia a Hub for Global Health Tourism,” tulis Presiden ISABC, Muhammad Hasan Gaido dalam keterangan tertulisnya.
Acara Business Dialogue B20 – G20 ini diselenggarakan dalam rangka menyambut gelaran KTT G20 2022 Indonesia dan B20, meningkatkan program pengembangan bisnis dan digitalisasi bidang kesehatan yang tentunya sejalan dengan tema KTT G20 “Recover Together, Recover Stronger.” dan tema besar B20 Indonesia: “Advancing Innovative, Inclusive, and Collaborative Growth” yang mana melalui tema ini, Indonesia mengajak seluruh dunia untuk bersama-sama mencapai pemulihan yang lebih kuat dan berkelanjutan.
Acara ini dijadwalkan berlangsung pada Rabu, 29 Desember 2021, dengan menghadirkan para pembicara yang mumpuni antara lain, Shinta Kamdani Widjaja selaku B20 Chair dan Koordinator Wakil Ketua Umum (WKU) III Kadin Indonesia. Muhammad Hasan Gaido selaku Presiden ISABC sekaligus Ketua Bilateral Kadin Indonesia.
Akan hadir pula Daeng M Faqih selaku Ketua Umum PB IDI, Mukti Eka Ketua Umum PERKEDWI, Guntur Subagja Asisten Staf Khusus Wakil Presiden RI, Tjokorda Oka Ketua PHRI Bali, serta akan dimoderatori oleh CEO Digital Hospital Putro S Muhammad.
Comments